Cari Blog Ini

Monday, 8 September 2014

Posisi Head Up pada Pasien Brain Injury

POSISI HEAD UP PADA BRAIN INJURY


Disusun Oleh: Dody Setyawan

Latar Belakang


Kasus pasien dengan cedera kepala sering kita jumpai di pelayanan unit gawat darurat setiap rumah sakit. Di Negara maju cedera kepala merupakan penyebab utama kerusakan otak pada generasi muda dan usia produktif. Di Negara berkembang seperti Indonesia. dengan meningkatnya pembangunan yang diikuti mobilitas masyarakat yang salah satu segi diwarnai dengan lalu lintas kendaraan bermotor yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas makin sering terjadi dan korban cedera kepala makin banyak (Japardi, I, 2002). Ditlantas Polda Jawa Barat sendiri mencatat angka kecelakaan lalu lintas tahun 2011 ada sebanyak 7.955 dengan korban meninggal dunia sebanyak 3.119 jiwa. Dari survey tersebut 80% korban yang meninggal dunia mengalami cedera kepala. Cedera tersebut berpotensi menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak, perdarahan di otak, memar otak, atau gangguan hubungan antar nervus pada otak (Cristianto, 2011).
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala merupakan suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (BIAA, 2009). Seperti halnya pasien di ruang perawatan kritis bedah neurologi dengan diagnosa medis moderate head injury. Dikatakan moderate head injury karena saat masuk di instalasi gawat darurat mengalami penurunan kesadaran dengan GCS E3M5V2 (10). Berdasarkan American College of Surgeon Committe on Trauma yang dikutip oleh IKABI (2004) dikatakan moderate head injury jika nilai GCS rentang 9-12. Selain itu tidak menutup kemungkinan pada pasien cedera kepala hasil CT-Scan kepalanya dan Skull X-ray dapat menunjukkan adanya intracerebral haemoragi cerebellum, sub dural hematom, kontusio haemoragie frontalis dan closed fraktur liniear oksipital bilateral. Kondisi-kondisi tersebut kalau tidak segera ditangani dan diantisipasi maka dapat menimbulkan terjadinya kerusakan otak sekunder seperti perluasan perdarahan, edema cerebri, kerusakan neuron berlanjut, iskemia fokal atau global otak, kejang, hipertermi, peningkatan tekanan intracranial bahkan herniasi otak.
Berbagai penanganan penatalaksanaan baik initial management dan management penanganan setelah di unit emergency seperti di ruangan perawatan kritis bedah neurologi dapat dilakukan sesuai pedoman terstandard seperti pemberian terapi oksigen dalam bentuk hiperventilasi, pemberian manitol, pemberian terapi cairan koloid yang awalnya bisa diberikan cairan kristaloid terlebih dahulu, terapi barbiturate dan pemenuhan nutrisi melalui NGT. Selain itu ada tindakan keperawatan yang juga berperan penting dalam penatalaksanaan cedera kepala yaitu head up atau head elevation pada pasien cedera kepala.
Posisi head up atau head elevation pada pasien cedera kepala diharapkan supaya drainase vena ke otak tetap lancar. Hal itu dilakukan jika tidak ada kontraindikasi bagi pasien untuk dilakukan head up. Beberapa tahun ini head up menjadi bahan yang sering diperdebatkan terkait besarnya sudut yang baik untuk dilakukannya posisi head up. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa posisi 15-30º dapat menurunkan tekanan intracranial, tetapi tidak dipertimbangkan terkait Cerebral Blood Flow (CBF) dan Cerebral Perfusion Pressure (CPP). Ada yang berpendapat lain bahwa yang lebih utama adalah CPP dibandingkan tekanan intracranial untuk mencegah iskema otak meluas, sehingga posisi head up 0º lebih efektif untuk mencapai tujuan ini.
Berdasarkan hal tersebutlah, tulisan ini kami susun untuk mengetahui lebih jauh lagi terkait head elevation pada pasien cedera kepala, sehingga paper ini membahas tentang posisi head up yang direkomendasikan untuk mendapatkan CPP yang optimal dengan penggunaan Intracranial Pressure Pulse Amplitude (ICPPA) sehingga dapat mencegah kerusakan otak sekunder akibat perluasan iskemia otak.

Review Jurnal
Jurnal utama yang di review adalah jurnal dari Felix, M et al., 2009 dengan judul “Intracranial Pressure Pulse Amplitude During Changes In Head Elevation: A New Parameter For Determining Optimum Cerebral Perfusion Pressure?”
Inti dari jurnal tersebut:
Pemantauan atau monitoring Intracranial Pressure (ICP) sangat penting dalam perawatan intensive neuro untuk maintenance keadekuatan ICP dan CPP pada pasien. Tindakan tradisional yang sering dilakukan dengan menaikkan posisi kepala (head elevation) supaya menurunkan ICP masih menjadi bahan perdebatan selama bertahun-tahun. Maneuver atau perubahan posisi ini hanya sering befokus pada nilai ICP dan tidak memperhatikan penurunan artery blood pressure yang terjadi pada tingkat sirkulasi cerebral pada pasien yang dilakukan head up elevation. Sehingga pengukuran langsung atau pengkajian secara tidak langsung CPP untuk menemukan posisi yang tepat untuk optimal CPP pada pasien perlu diperhatikan supaya otak tetap mendapatkan suplai oksigen secara lancar. Pada pasien yang terpasang monitoring ICP, ICPPA dapat dimanfaatkan untuk menentukan optimalisasi CPP. ICPPA terdiri dari besarnya perubahan denyut dalam volume darah cerebral dan compliance volume cadangan craniospinal. Jika kondisi klinis stabil pada compliance craniospinal dan faktor jantung konstan, maka perubahan ICPPA menunjukkan adanya indikasi perubahan resistensi cerebrovaskuler yang dipengaruhi oleh menurun dan meningkatnya CPP karena head elevation. Hal tersebut yang membuat peneliti melakukan penelitian ini. Tujuan peneliti adalah mengidentifikasi apakah ada hubungan antara ICP, CPP dan ICPPA selama perubahan posisi, khususnya menentukan apakah ada hubungan antara CPP dan ICPPA selama head elevation dan apakah ICPPA dapat digunakan sebagai parameter menentukan posisi head elevation yang tepat untuk menghasilkan CPP yang optimal di ruang intensive nurologi.
Metode yang digunakan oleh peneliti adalah studi prospektif dengan sampel 33 pasien dewasa rentang umur 16-84 tahun dengan karakteristik cederanya antara lain subarakhnoid haemoragi, Intracerebral haemoragi, kombinasi keduanya, epidural haematom, head injury, tumor otak, subdural haematom dan stroke. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa bahwa ICP semua pasien meningkat ketika posisi pasien 0º. Nilai ICP turun secara significant ketika posisi dirubah dari 0º-60º. Nilai ICPPA turun dari posisi 0º ke 30º. Nilai ICPPA naik secara significant dari posisi 30º-60º dan nilainya turun lagi dari posisi 60º ke 0º. ICPPA minimum ditemukan pada pasien dengan head elevation 30º. Pada posisi head elevation 60º terjadi penurunan significant nilai CPP dan MAP. Nilai CPP dan MAP maksimal pada posisi 0º atau mengalami peningkatan dari perubahan posisi (penurunan sudut posisi) 60º menuju 0º. Jadi perubahan posisi 0º sampai 60º menunjukkan adanya hubungan antara ICPPA dan CPP, ICP dan CPP serta MAP dan CPP. Hal ini menunjukkan bahwa dengan perubahan posisi dari 0º sampai 60º, semakin menurunkan ICP tetapi juga menurunkan CPP dan MAP. Selain itu peneliti juga menyimpulkan bahwa peningkatan  ICPPA diikuti dengan penurunan CPP dan MAP. Hal ini membuktikan bahwa ICPPA dapat digunakan sebagai indicator posisi head elevation dengan sudut berapakah yang dapat memberikan CPP dan MAP yang optimal. Kesimpulan dari peneliti adalah Head elevation merupakan bagian penitng untuk terapi ICP dan CPP di ruang rawat intensif neurologi. Ketika mencari upper body position yang tepat untuk memperoleh CPP maksimum untuk pasien dapat menggunakan informasi tambahan dari ICPPA pada monitoring ICP.
Jika dilihat dari hasil penelitian jurnal ini dapat kita analisis bahwa posisi head elevation yang menguntungkan (tidak menurunkan CPP dan MAP tetapi juga dapat menurunkan ICP) adalah dalam rentang 15-30º (bisa dibaca di jurnal aslinya). Hal ini juga diperkuat hasil dari penelitian Duward et al (1983) yang dikutip oleh peneliti dalam jurnal yang dibahas ini mengatakan bahwa posisi 15-30º akan mengurangi ICP dengan maintenance CPP dan cardiac output dibandingkan dengan posisi 60º yang biasanya cenderung menurunkan MAP yang berpengaruh pada CPP. Hasil penelitian systematic review dari Jun Yu Fan (2004) dan Orlando et al (2000) juga memperkuat hasil tersebut bahwa posisi head up 30º sangat efektif menurunkan ICP dengan stabilitas CPP tetap terjaga. Sehingga disimpulkan bahwa posisi head up elevation 30º sangat efektif menurunkan tekanan intracranial tanpa menurunkan nilai CPP, dengan kata lain posisi tersebut tidak merubah atau mengganggu perfusi oksigen ke cerebral.
Menurut Bahrudin (2008) implikasi keperawatan yang dapat dilakukan terkait perubahan posisi untuk pasien cedera kepala adalah sebagai berikut terkait kontraindikasi dan yang perlu untuk diperhatikan:
1.   Hindari posisi tengkurap dan trendelenburg. Kontrovesi juga pada posisi pasien datar. Posisi datar memang manaikkan CPP dan MAP tetapi meningkatkan tekanan intrakranial.
2.    Elevasi bed bagian kepala digunakan untuk menurunkan ICP. Beberapa alasan bahwa elevasi kepala akan menurunkan ICP, tetapi berpengaruh juga terhadap penurunan CPP. Alasan lain bahwa posisi horizontal akan meningkatkan CPP. Maka posisi yang disarankan adalah elevasi kepala antara 15-30º, yang mana penurunan ICP tanpa menurunkan CPP. Aliran darah otak tergantung CPP, dimana CPP adalah perbedaan antara Mean Arterial Pressure (MAP) dan ICP. CPP = MAP – ICP. MAP = ( 2 diastolik +sistolik )/ 3. Nilai normal CPP= 70 – 100 mmHg untuk orang dewasa, dan  > 60 mmHg pada anak diatas 1 tahun, > 50 mmHg untuk infant 0-12 bulan.
3.        Kepala pasien harus dalam posisi netral tanpa rotasi ke kiri atau kanan, flexion atau extension dari leher supaya pembuluh vena daerah leher tidak terjepit sehingga drainase vena otak menjadi lancar
4.   Elevasi bed bagian kepala tidak boleh ≥ 40º karena berkontribusi terhadap postural hipotensi dan penurunan perfusi otak.
5.        Elevasi kepala merupakan kontra indikasi pada pasien hipotensi sebab akan mempengaruhi CPP.


DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeon Committee on Trauma. 2004. Cedera Kepala. Dalam Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi trauma IKABI

Bahrudin. 2008. Posisi Kepala Dalam Stabilitasi Tekanan Intrakranial. Jakarta: Program Residensi Sp.KMB Universitas Indonesia

Brain Injury Association of America. 2009. Types of Brain Injury. Diposkan pada tanggal 13 Juli 2009. URL: http://www.biausa.org

Cristianto Irvan. 2011. 2011 Angka Kecelakaan Lalu Lintas Naik Tajam. Diposkan 29 Desember 2011 pukul 17.27 WIB. Diakses tanggal 1 Desember 2012. URL: http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/2011-angka-kecelakaan-lalu-lintas-naik-tajam

Felix Mahfoud & Jürgen Beck & Andreas Raabe. 2009. Intracranial Pressure Pulse Amplitude During Changes In Head Elevation: A New Parameter For Determining Optimum Cerebral Perfusion Pressure?. Switzerland: Acta Neurochir (2010) 152:443–450. DOI 10.1007/s00701-009-0520-1

Japardi iskandar. 2002. Penatalaksanaan Cedera Kepala Akut. Sumatra Utara: Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara

Jun Yu Fan. 2004. Effect of Backrest Position on Intracranial Pressure and Cerebral Perfusion Pressure in Individuals with Brain Injury: A Systematic Review. Washington: Journal of Neuroscience Nursing, October 2004 • Volume 36, Number 5

Orlando et al. 2000. Head Elevation Reduces Head-Rotation Associated Increased Icp In Patients With Intracranial Tumours. Canada: Department of Anesthesia, Dalhousie University. CAN J ANESTH 2000 / 47: 5 / pp 415–420






1 comment:

  1. If you'd like an alternative to randomly dating girls and trying to figure out the right thing to do...

    If you would prefer to have women chase YOU, instead of spending your nights prowling around in filthy pubs and night clubs...

    Then I urge you to view this short video to learn a strong little secret that might get you your own harem of hot women just 24 hours from now:

    Facebook Seduction System...

    ReplyDelete

Contact Us

Name

Email *

Message *