Cari Blog Ini

Wednesday, 13 August 2014

LATIHAN OTOT NAPAS INSPIRASI: ANALISIS JURNAL


EVIDENCE BASED PRACTICE
 
USE OF INSPIRATORY MUSCLE STRENGTH TRAINING TO FACILITATE VENTILATOR WEANING
 (ANALISIS JURNAL)

DODY SETYAWAN  


I.          PENDAHULUAN

Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama. Indikasi klinik penggunaan ventilasi mekanik antara lain adanya kegagalan ventilasi seperti halnya neuromuscular disease, central nervous system disease, depresi system saraf pusat, musculosceletal disease dan ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi. Selain itu juga bisa disebabkan karena kegagalan pertukaran gas seperti halnya gagal nafas akut dan kronik, gagal jantung kiri, dan gangguan difusi serta ventilasi pada penyakit paru (Lanken, 2007).
Pada kasus Tn. M.P ini yang masuk ruangan intensif sebuah rumah sakit tanggal 28/09/2012 dengan diagnosa post rekonstruksi trakea at cause stenosis trakea mempunyai riwayat kecelakaan kendaraan bermotor yang tidak menutup kemungkinan terjadi penetrasi dan trauma pada leher yang mengenai trakea. Pasien ini menggunakan ventilator via traceostomy tube (TT) sejak post op rekonstruksi trakea. Hal ini menunjukkan bahwa pasien telah terpasang TT dengan ventilator sudah 28 hari. Beberapa diagnosa keperawatan dapat diangkat dalam kasus ini misalnya bersihan jalan napas tidak efektif yang didukung dengan data adanya akumulasi sekret dijalan napas, adanya suara gurgling, suara ronkhi di bronkus kanan dan posisi TT yang tidak tabil. Selain itu juga diambil diagnosa pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan kurang optimalnya pengembangan paru, perubahan psikologis koping klien yang tidak efektif karena ketergantungan pada ventilator dan diagnosa infeksi yang berhubungan dengan port de entry mikroorganisme pada prosedur invasive TT ventilator, WSD dan IV Line. Dalam kasus ini infeksi sudah mengalami perbaikan sehingga tujuannya adalah supaya mencegah tingkat keparahan infeksi ulang atau bahkan menghilangkan infeksi.
Fenomena yang diangkat dalam hal ini adalah terkait diagnosa keperawatan pola napas tidak efektif pada klien yang berhubungan dengan kurang optimalnya pengembangan paru. Hal ini didukung dengan data antara lain: kondisi hemodinamik pasien saat ini stabil. Akan tetapi pasien masih mengeluh sesak napas dengan RR 30x/menit, SaO2 98% dengan menggunakan ventilator mode CPAP dengan Inspiratory Pressure Level (IPL) 5, PEEP 5, dan FiO2 40%. Nampak pada pasien peningkatan usaha napas, retraksi dada sampai keluar keringat. Pada dasarnya pasien ini sudah lama dipersiapkan untuk weaning, ventilator yang digunakan sudah menggunakan mode CPAP dengan IPL atau bahkan terkadang IPL diturunkan sampai tanpa IPL.  Pasien yang yang terpasang ventilator dalam waktu yang lama mempunyai peningkatan resiko kelemahan otot pernapasan. Hal ini yang menyebabkan pola napas pasien tidak efektif. Kelemahan dan kelelahan otot pernapasan inilah yang menjadi salah satu pemicu gagalnya proses weaning ventilator (Lisa M et al, 2011).
Adapun beberapa tindakan keperawatan ataupun kolaborasi yang sudah dilakukan untuk memperbaiki pola napas pasien antara lain memposisikan pasien head of bed 45º yang tujuannya untuk memaksimalkan ekspansi paru, memotivasi pasien untuk latihan napas dimana bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot pernapasan supaya paru dapat mengembang optimal. Selain itu kolaborasi pengaturan ventilator juga sudah dilakukan dimana disesuaikan dengan kondisi pasien saat itu. Jika pernapasan pasien dengan mode CPAP dan pasien menunjukkan sesak napas yang berlebihan maka perlu diberikan tambahan IPL dan dinaikkan FiO2 nya supaya tidak terjadi hipoksia di jaringan. Tindakan-tindakan tersebut dilakukan setelah dipastikan jalan napas bersih tidak ada sumbatan
Ada beberapa penelitian yang terkait dengan terapi atau tindakan selain tindakan yang sudah dilakukan diatas untuk meningkatkan kekuatan otot pernapasan pasien dengan ventilasi mekanik yaitu salah satunya dengan Inspiratory Muscle Strenght Training (IMST). Sehingga pembuatan paper Evidence Based Practice (EBP) ini untuk mengetahui efektifitas IMST terhadap keberhasilan proses weaning.


II.       ANALISIS JURNAL
Ketergantungan pasien pada ventilator periode jangka panjang dapat meningkatkan risiko terjadinya masalah kesehatan yang lebih kompleks dan signifikan. Ketergantungan ventilator erat kaitannya dengan kegagalan “weaning process”. Kegagalan “weaning process” atau penyapihan ventilator sering disebabkan oleh kelemahan otot pernafasan pada pasien. Kelemahan otot pernapasan pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik dalam waktu yang lama dikarenakan sebagian atau keseluruhan fungsi pernapasan termasuk otot pernapasan diambil alih oleh mesin ventilator. Sehingga lama kelamaan otot pernapasan akan menjadi lemah. Hal ini menyebabkan jika mendekati proses weaning dimana diawali dengan usaha untuk napas spontan maka pasien akan menunjukkan keluhan sesak napas karena compliance paru yang kurang optimal. Kelemahan otot nafas juga disebabkan karena adanya keletihan otot pernapasan yang terus berlanjut dalam melawan beban akibat mengkompensasi compliance paru yang tidak optimal tersebut.
Tindakan untuk mengembalikan kekuatan otot pernapasan pasien sangat diperlukan untuk mempersiapkan proses weaning dan melatih pasien tidak ketergantungan pada ventilator. Berdasarkan hal tersebut dalam jurnal ini peneliti meneliti tentang salah satu tindakan keperawatan yang berfungsi untuk melatih kekuatan otot pernapasan supaya dapat optimal. Tindakan yang diteliti oleh peneliti adalah tentang IMST (Inspiratory Muscle Strenght Training) dimana tujuan dari penelitian dalam jurnal ini adalah meningkatkan periode pernafasan spontan secara progresif pada kelompok pasien pengobatan kompleks dengan ketergantungan ventilator dan yang mengalami kegagalan dalam proses penyapihan ventilator. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif studi kasus dengan consecutive sampling dengan karakteristik respondennya usia 28-70 tahun, kooperatif, pasien gagal napas dan sudah menggunakan ventilator lebih dari 7 hari.  Alat yang digunakan oleh peneliti untuk melakukan program IMST ini adalah threshold device (PEP; HealthScan Products, Inc; Cedar Grove, NJ) yang digunakan untuk latihan dengan range tekanan antara 4-20 cmH2O dan threshold IMT device (HealthScan Products, Inc) ketika latihan dengan tekanan lebih besar dari 20 cmH2O.
Program IMST memiliki karakteristik melatih pernafasan pasien yang ditingkatkan secara bertahap (series) dan konsisten sesuai toleransi yang di miliki oleh pasien. Sistem yang digunakan pada program IMST dengan konsep memberikan tekanan pada alat IMST, berupa kerja dari otot pernafasan yang “dipaksa’ secara minimal agar dapat membuka katub dari alat tersebut sehingga dapat mengetahui kemampuan level pernafasan pasien. Program IMST juga dapat menurunkan angka kejadian dyspnea pada pasien emphysema. Program ini dilakukan oleh peneliti dengan prosedur yang sudah ditetapkan, setiap pagi sebanyak 6 sesi latihan dalam sehari dimana 1 sesi latihan terdiri dari 3-5 set pernapasan sehingga total 18-30 kali napas dalam program IMST per hari. Hasil penelitian studi kasus dalam jurnal ini menunjukkan bahwa 9 dari 10 pasien berhasil dilakukan weaning dari ventilator setelah Spontaneous Breathing Periods (SBPs) adekuat (> 24 jam) setelah mendapatkan IMST secara bertahap
Pada dasarnya program IMST memiliki prinsip yang sama dengan latihan kekuatan otot (physiotherapy) untuk pasien dengan ketergantungan ventilator yaitu :
1.    Seperti otot lain, otot nafas akan melemah jika tidak digunakan
2.    Metode penyapihan terdahulu dengan cara mengubah mode ventilator akan membuat otot nafas beristirahat sehingga menurunkan pressure support (PS) otot nafas sehingga membutuhkan tambahan PS dari ventilator
3.    Hasil observasi menunjukkan bahwa kegagalan penyapihan ventilator disebabkan karena kurangnya usaha pasien untuk bernafas sehingga membutuhkan latihan napas secara periodic.
Pelaksanaan program IMST dengan kombinasi SBPs dapat meningkatkan kekuatan otot nafas dan meminimalkan persepsi negative pasien bahwa berlatih nafas spontan dapat mengakibatkan distress pernafasan.
Metode: Google scholar machine search, kata kunci: IMST, weaning

III.    PEMBAHASAN
Pada kasus Tn. M.P ini sudah menggunakan ventilator dalam waktu yang lama. Penggunaan ventilator dalam waktu yang lama ini bisa memberikan efek negatif antara lain mudah terpapar infeksi nosokomial terutama infeksi pulmonary, critical illness myopathy, bisa terjadi trauma airway karena adanya pemakaian trakeostomi dalam waktu yang lama dan kelemahan otot pernapasan. Kondisi pasien hemodinamiknya stabil serta analisa gas darahnya juga tidak menunjukkan abnormalitas yaitu PH 7.46, PO2 93 mmHg, PCO2 37 mmHg, HCO3 22 mmol/L dan Hb 9.6 gr/dl. Pasien sudah dipersiapkan weaning dalam waktu yang lama yaitu dengan menggunakan mode CPAP dan IPL 5 bahkan IPL terkadang sudah diturunkan sampai 0. Tetapi terkadang pasien masih merasakan sesak napas sehingga PS dan FiO2 dinaikkan lagi sampai bisa ditoleransi pasien. Kegagalan dalam proses weaning akan menyebabkan penggunaan ventilasi mekanik yang lama. Menurut lisa moodie (2011) dikatakan bahwa kelemahan dan kelelahan otot diafragma dan otot tambahan pernapasan pada pasien dianggap sebagai penyebab kegagalan weaning. Kelemahan disebabkan karena adanya beban yang berlebihan pada otot pernapasan pasien yang diakibatkan dari peningkatan resistensi jalan napas dan pengurangan daya compliance paru. Sehingga tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien ini adalah melatih kembali kekuatan otot pernapasan supaya tidak ketergantungan terhadap ventilator
Dari jurnal diatas dijelaskan salah satu teknik yang dapat melatih dan meningkatkan kekuatan otot pernapasan adalah dengan Inspiratory Muscle Strength Training (IMST) yang menggunakan alat tresshold devices PEP. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa 9 dari 10 pasien berhasil dilakukan weaning dari ventilator setelah Spontaneous Breathing Periods adekuat setelah mendapatkan IMST secara bertahap. Sedangkan pada pasien ini baru dilakukan latihan napas dalam (deep breathing) untuk melatih kekuatan otot pernapasannya tetapi tidak efektif. Ketidakefektifannya ini bisa ditunjukkan ketika pasien mode ventilatornya diturunkan PS nya dibawah < 5, dimana pada kondisi awal masih bisa toleransi tetapi setelah selang waktu (beberapa jam) kembali sesak napas dengan ditunjukkan adanya peningkatan RR dan usaha napas (tidak terkait masalah airway, karena airway sudah bersih). Kurang efektifnya tindakan deep breathing yang diberikan pada pasien ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain:
1.         Frekuensi latihan deep breathing yang sangat kurang
2.         Motivasi pasien untuk melakukan latihan deep breathing sangat kurang
Hal ini terbukti ketika pasien dimotivasi untuk melakukan latihan napas dan mengatur napas, pasien terlihat enggan melakukannya sehingga hanya sekali saja pasien lakukan latihan tersebut tanpa pengulangan
3.         Psikologis pasien yang mungkin belum siap untuk di weaning
Aspek psikologis seperti stress, cemas, ketakutan akan prosedur weaning dan ketakutan terhadap continuitas life setelah lepas dari ventilator akan mempengaruhi kegagalan dalam proses weaning (Chen, 2009). Dengan adanya perasaan takut tersebut akan memicu saraf simpatis untuk hiperaktivitas. Saraf simpatis ini akan menstimulus medulla adrenal melepaskan katekolamin (epineprin dan norpineprin) yang salah satunya bisa menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah ke jantung. Kemampuan konstraksi jantung jadi menurun sehingga aliran darah ke jaringan berkurang termasuk paru sehingga untuk mencukupi kebutuhan oksigen maka tubuh melakukan kompensasi dengan menaikkan frekuensi pernapasan. Selain itu untuk mencukupi pasokan kebutuhan oksigen tubuh juga terjadi peningkatan heart rate sebagai bentuk kompensasinya (Sole, et al, 2009). Perubahan-perubahan hemodinamik tersebut akan mempengaruhi dalam proses weaning.

Beberapa hal tersebut yang membuat proses weaning ditunda sehingga penggunaan ventilasi mekanik semakin lama dan memungkinkan menambah kelemahan kekuatan otot pernapasan. Oleh karena itu tindakan IMST perlu diaplikasikan untuk meningkatkan kekuatan otot pernapasan pasien ini supaya pasien mampu untuk napas spontan dalam periode minimal 24 jam. Prosedur IMST yang dilakukan berdasarkan jurnal diatas adalah sebagai berikut:
1.    Memposisikan pasien dengan posisi head tilt 30º
2.    Alat IMST dihubungkan dengan trakeostomy tube
3.    Pasien dihubungkan dengan terapi suplemen oksigen
4.    Instruksikan pasien untuk memaksimalkan ekspirasi sebelum mengambil nafas untuk mengisi paru secara maksimal pada saat inspirasi
5.    Instruksikan pasien untuk inspirasi maksimal dan ekspirasi. Dilakukan sebanyak 6 sesi per hari. Setiap sesi terdiri dari 3-5 set pernapasan. Sehingga total 18-30 set pernapasan per hari. IMST dilakukan 5-7 hari per minggu.
6.    Setiap jeda antar set pasien disambungkan kembali dengan ventilator untuk istirahat
7.    Pada tiap set latihan, pasien akan di nilai kemampuan pernafasan dengan rentang skala 0-10 dengan penjelasan nilai 0 tidak ada usaha untuk bernafas dan nilai 10 untuk maksimal usaha nafas yang dilakukan pasien (ketentuan outcomes yaitu jika nilai dibawah 6 maka takanan akan dinaikkan tetapi jika nilai di atas 8 maka takanan akan diturunkan)
8.    Lakukan secara bertahap dengan tetap memperhatikan gambaran cardiac aritmia, SaO2 turun ≥ 5% dari batas yang sudah ditentukan, tekanan darah tidak stabil dan distress maka latihan dihentikan sebelum ke 6 sesi latihan dan harus disambungkan kembali dengan ventilator.

Sedangkan peran perawat dalam menghadapi masalah kesehatan pasien ini tidak bisa hanya fokus pada salah satu diagnosa keperawatan seperti diagnosa pola napas tidak efektif melainkan secara integrative dan menyeluruh. Selain itu perawat juga harus berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu terkait yang lain dan tim medis. Peran perawat dalam mengatasi masalah ini diantaranya adalah:

1.         Tetap melakukan management airway
Management airway dilakukan dengan mematenkan jalan napas seperti merpertahankan posisi TT stabil, melakukan suctioning untuk mengeluarkan secret, pemberian obat mukolitik seperti fluimucyl, dan nebulizer
2.         Mengoptimalkan pola napas pasien
Management yang bisa dilakukan dalam mengoptimalkan pola napas pasien antara lain mempertahankan posisi head of bed semi fowler 45º, melatih deep breathing secara bertahap dan kolaborasi dengan tim medis untuk diusulkan penggunaan threshold device yang digunakan untuk IMST. Penggunaan teknik IMST bisa dilakukan riset awal terlebih dahulu dengan beberapa sampel yang dikaitkan dengan peningkatan kekuatan otot pernapasan yang hasilnya nanti bisa digeneralisasikan di ruang intensif rumah sakit atau bahkan di standard ICU Nasional.
3.         Menjaga psikologis pasien terbebas dari rasa stress
Pendekatan psikologis untuk mengurangi kecemasan/ stress yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan komunikasi terapeutik, melibatkan keluarga disamping pasien, biofeedback, memberikan informasi sedini mungkin dan stimulasi lingkungan misalnya dengan menggunakan radio untuk mendengarkan lagu-lagu yang disukai pasien


IV.    SIMPULAN DAN SARAN
  1. Simpulan
Pasien yang menggunakan ventilator dalam jangka waktu yang lama akan beresiko terhadap terjadinya kelemahan otot pernapasan. Kelemahan otot pernapasan menyebabkan pola napas tidak efektif karena paru tidak bisa mengembang secara optimal sehingga memerluka pressure support untuk mencapai tidal volume. Usaha peningkatan kekuatan otot pernapasan pada pasien yang lama terpasang ventilator perlu dilakukan untuk mempercepat proses weaning. Tindakan tersebut bisa dilakukan dengan IMST yaitu Inspiratory Muscle Strenght Training (IMST) dimana otot inspirasi pernapasan dilatih untuk mengembalikan kekuatannya sehingga bisa inspirasi maksimal
  1. Saran
Perlu dilakukan mini riset atau penerapan evidence based practice ini supaya hasilnya bisa diterapkan pada pasien kritis yang terpasang ventilator.





DAFTAR PUSTAKA


Chen, C., Lin, C., Tzeng, Y, & Hsu, L. 2009. Successful mechanical ventilation weaning experiences at respiratory care centers

Lanken PN. Mechanical ventilation. 2007. In: Lanken PN, ed. The Intensive Care Unit Manual. 2nd ed. Philadelphia: Saunders Inc, 13-30.

Lisa M et al. 2011. Inspiratory muscle training to facilitate weaning from mechanical ventilation: protocol for a systematic review. BMC Research Notes 4:283/1756-0500/4/283

Martin Daniel et al. 2010. Use of Inspiratory Muscle Strength Training to Facilitate Ventilator Weaning. A Series of 10 Consecutive Patients. Chest journal 122:192–196

Sole, M. L., Klein, D. D., & Moseley, M. J. 2009. Introduction to Critical Care Nursing (5 ed.). Missouri: Saunders Elsevier.
 


No comments:

Post a Comment

Contact Us

Name

Email *

Message *