Penggunaan
Pre Hospital EKG
(Sumber Gambar: http://www.ecvv.com/) |
Analisis Jurnal : “ Peningkatan
Penggunaan Pre Hospital EKG 12 Lead untuk Identifikasi dan Penatalaksanaan Awal
SKA & STEMI”
Pengarang: Denis, D et al tahun 2010
Disusun oleh: Dody Setyawan
Tingginya tingkat kematian pasien karena
STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) menjadi fokus permasalahan yang harus segera
ditangani. Penanganan segera yang bisa dilakukan adalah dengan tindakan
reperfusi dengan pemberian trombolisis ataupun PCI (Percutaneous Coronary Intervention) sesuai pedoman onset waktu yang
telah ditetapkan. Efektivitas terapi reperfusi ini sangat tergantung pada
waktu. American College of
Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) guidelines merekomendasikan bahwa PCI diberikan pada pasien dengan
jarak waktu dari onset awal ≤ 90 menit untuk door to balloon. Tapi kenyataannya hanya 54-58% yang tepat waktu
sesuai pedoman tersebut. Hal ini berkaitan dengan efek keterlambatan terapi
reperfusi segera terhadap kejadian infark jantung yang semakin meluas yang
akhirnya bisa terjadi infark transmural. Oklusi yang tidak segera ditangani
akan menetap dan akhirnya suplai oksigen ke miokard akan terhenti, sehingga
dengan berhentinya suplai oksigen tersebut akan sangat berpengaruh pada
aktivitas jantung itu sendiri seperti terganggunya kontraktilitas miokard,
gangguan konduksi kelistrikan jantung, cardiac
output turun yang nantinya akan mempengaruhi penurunan perfusi sistemik.
Hal inilah yang menyebabkan angka kematian pasien dengan STEMI tergolong
tinggi.
AHA guidelines merekomendasikan bahwa pre hospital EKG (PH-EKG) bisa dilakukan
pada pasien yang dicurigai Acute Coronary
Syndrome (ACS) dan aspirin dapat diberikan langsung pada mereka yang
dicurigai STEMI. Ketika rumah sakit menggunakan hasil PH-EKG untuk aktivasi
laboratorium kateterisasi jantung, sementara pasien masih dalam perjalanan,
waktu door to balloon akan lebih
pendek daripada jika aktivasi dimulai di IGD saat pasien datang. Akan tetapi
pada kenyataannya PH-EKG baru dilakukan 8-27% pada pasien STEMI. Pada sistem
kegawatdaruratan yang terbaru untuk pasien dengan ACS akan ditingkatkan
kemampuan paramedic untuk interprestasi PH-EKG untuk identifikasi STEMI sebelum
sampai ke rumah sakit. Sehingga tindakan ini bisa langsung mengarahkan bahwa
pasien akan langsung dibawa ke rumah sakit yang menyediakan PCI yang nantinya
waktu untuk reperfusi akan tepat. Hal ini yang menarik peneliti dalam jurnal
ini untuk melakukan penelitian yang bertujuan meningkatkan perkembangan dengan evidence based practiced dalam perawatan
pre-hospital pasien dengan
kemungkinan ACS dan STEMI, termasuk tindakan PH-EKG dan interprestasinya serta
pemberian aspirin dengan menyediakan Emergency
Medical System disertai feedback
langkah-langkah tindakan dan dukungan peningkatan kualitas tindakan. Tujuan
yang kedua yaitu untuk mengevaluasi faktor yang berhubungan dengan PH-EKG tidak
dilakukan, sensitivitas diagnosa paramedic untuk STEMI, dan dampak pengembangan
PH-EKG untuk door to balloon time.
Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperiment pre post test design
dengan uji coba pendekatan untuk meningkatkan emergency medical services (EMS) PH-EKG dengan menggunakan laporan feedback dan peningkatan kualitas
intervensi dalam 2 agen EMS kota dan rumah sakit cadangan. Intervensi yang
diberikan dalam penelitian ini digunakan untuk menangani hasil pengukuran
kinerja yang telah dilakukan. Intervensinya antara lain pendidikan tentang
indikasi untuk PH-EKG, pendidikan untuk pemecahan masalah budaya dan bahasa
terkait hambatan komunikasi, fokus pada pendidikan interprestasi EKG, resolusi
untuk permasalahan teknis perlengkapan EKG, membentuk peran paramedic dalam
mengidentifikasi pasien dengan STEMI untuk prenotifikasi di ruang emergency
atau aktivasi laboratorium kateterisasi jantung. Kategori akhir yang diukur
meliputi kinerja tindakan PH-EKG, dokumentasi interprestasi EKG, dan pemberian
aspirin pada fase prehospital untu pasien dengan kemungkinan ACS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa feedback dan peningkatan kualitas
tindakan meningkatkan PH-EKG pada pasien dengan ACS dari 76% menjadi 93% dan
pasien dengan STEMI dari 77% menjadi 99%, dokumentasi interprestasi EKG naik
dari 84% menjadi 95%, pemberian aspirin prehospital
meningkat dari 75%-82%, tetapi median total waktu EMS tetap sama di 22 menit.
Total proporsi waktu door to balloon
≤ 90 menit meningkat dari 27% sampai 67%. Faktor yang berhubungan dengan tidak
dilakukannya PH-EKG adalah karena perbedaan jenis kelamin pasien dan hambatan
dalam komunikasi.
Penggunaan interpretasi PH-ECG untuk
memicu aktivasi laboratorium kateterisasi jantung selama pasien masih dalam
perjalanan adalah satu dari beberapa strategi sukses untuk mengurangi waktu door to balloon. Penggunaan EMS dengan
PH-EKG dan Quality Improvement ini
dapat mengidentifikasi awal STEMI sehingga bisa langsung mengarahkan ke rumah
sakit mana yang akan dituju yang menyediakan pelayanan PCI sehingga akan
memperpendek waktu door to balloon.
Peningkatan kualitas pelayanan prehospital
EKG pada pasien ACS dan STEMI harus ditingkatkan terutama dalam waktu yang
dibutuhkan untuk transfer pasien sehingga komunikasi yang cepat dan tepat antar
provider sangat diperlukan untuk
mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tindakan segera pada pasien
dan meminimalkan komplikasi.
PEMBAHASAN
Trombolitik ataupun primary PCI digunakan untuk terapi reperfusi pada klien yang
mengalami miokard infark karena oklusi pada koroner jika onset waktunya < 12
jam. Oklusi ini disebabkan karena adanya aterosklerosis pada klien. Banyak
faktor yang mempengaruhi kejadian aterosklerosis, seperti halnya kebiasaan klien yang jarang
olahraga, suka merokok serta kebiasaan minum kopi akan memicu tingginya kadar
kolesterol dan LDL. LDL merupakan lemak jahat yang menempel pada pembuluh darah
dan menyebabkan penimbunan lemak yang nantinya akan berlanjut menjadi
aterosklerosis. Plak
aterosklerosis rentan terhadap terjadinya ruptur karena inti lipid besar,
fibrous cups tipis, dan plak penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi
seperti limfosit T dan lain sebagainya sehingga akan mengeluarkan zat vasoaktif
(kolagen, inti lipid, makrofag dan faktor jaringan) ke dalam aliran darah,
merangsang agregasi dan adesi trombosit serta pembentukan fibrin, membentuk
trombus atau proses trombosis (Depkes RI, 2006). Thrombus yang terbentuk
tersebut akan menyebabkan oklusi koroner total yang menetap dan jika tidak
dikompensasi oleh kolateral maka keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis
(Q-wave infarction) sehingga dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang
terbentuk bersifat stabil dan persisten yang menyebabkan perfusi
miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan
menyebabkan nekrosis miokard transmural. Dengan adanya nekrosis sel-sel miokard
tersebut maka akan terjadi pelepasan biomarker seperti enzim CK-MB dan troponin
T/I.
Misalnya gambaran EKG pada saat pasien
datang di IGD sudah menunjukkan adanya gambaran recet STEMI inferior dimana
dalam gambaran tersebut terdapat ST elevasi di lead II, III, dan avf disertai
dengan adanya T inverted di lead III dan avf. Hal ini menunjukkan bahwa oklusi
yang menyebabkan infark miokard tersebut onsetnya sudah lama melewati waktu golden period (> 12 jam) walaupun terkadang
hasil interview dari pasien dan keluarganya bahwa waktu dari saat pasien
merasakan nyeri sampai datang ke IGD adalah < 12 jam, tetapi interview
terhadap pasien dan keluarga bisa bersifat subyektif. Kemungkinan pasien
awalnya sudah merasakan nyeri dada tetapi tidak seberat sekarang yang membuat
pasien menunda untuk segera diperiksakan ke RS. Sehingga dalam hal ini gambaran
EKG dapat digunakan sebagai akurasi onset waktu yang menunjukkan kondisi
infarknya.
Gambaran EKG pasien yang menunjukkan
recent STEMI, maka pasien tidak dilakukan pemberian terapi trombolitik walaupun
tanpa kontraindikasi atau dilakukan primary PCI. Keterlambatan pasien untuk
reperfusi segera salah satunya bisa disebabkan oleh lamanya akses jarak dari
rumah sampai ke rumah sakit. Sehingga dalam jurnal diatas menawarkan strategi
untuk mencegah luasnya infark miokard dan menurunkan waktu untuk mendapatkan
terapi reperfusi segera. Peningkatan tindakan yang dilakukan adalah menyediakan
Pre Hospital EKG (PH-EKG) dalam Emergency Medical Service (yang salah
satunya adalah pelayanan ambulance) untuk mengetahui gambaran kondisi jantung
pasien yang dicurigai SKA dan langsung memberikan aspirin pada mereka yang
dicurigai STEMI. Sehingga hal ini akan sangat bermanfaat, ketika hasil gambaran
EKGnya sudah ada dan menunjukkan adanya infark akut yang menandakan oklusi, maka
bisa langsung diputuskan untuk dibawa ke Rumah Sakit yang terdapat pelayanan
PCI nya. Akses pemberitahuan informasi kepada rumah sakit tersebut harus segera
dilakukan saat perjalanan supaya Rumah Sakit sudah mempersiapkan laboratorium
kateterisasi jantungnya lebih awal. Hal inilah yang sangat membantu pasien
untuk mendapatkan terapi reperfusi lebih cepat dan menurunkan angka kematian
pasien. Sedangkan untuk mencegah luasnya infark bisa diberikan terapi
antiplatelet dengan pemberian aspirin langsung dalam perjalanan menuju RS
ketika gambaran PH-EKG sudah menunjukkan adanya STEMI akut.
Tindakan-tindakan tersebut merupakan
suatu bentuk kebijakan dari masing-masing pemerintahan. Di Indonesia sendiri
pengaktifan sistem tersebut belum ditemui. Mobil ambulance yang ada di
Indonesia saat ini didalamnya hanya ada paramedic yang terlatih dan alat-alat
yang mendukung bantuan hidup dasar. Sehingga implikasi keperawatannya bahwa
sebagai perawat baik dalam pelayanan maupun managerial berintegrasi dengan
disiplin ilmu yang lainnya terkait hal tersebut berusaha menyusun peningkatan
kebijakan terhadap sistem pelayanan kesehatan terutama dalam Emergency Medical Service (EMS), seperti
peningkatan akses cepat informasi dan akses cepat pendaftaran perawatan pasien
jantung, melengkapi transportasi EMS seperti ambulance dengan alat EKG dan obat
aspirin maupun antiplatelet yang lain, pemberian pelatihan khusus bagi perawat
terlatih dalam bidang emergency life
support termasuk spesifikasi cardiac
life support, kecanggihan dan ketersediaan alat untuk melakukan PCI di
beberapa rumah sakit, pelatihan bagi tim medis untuk mampu door to needle di beberapa daerah yang belum ada PCI nya, dan
lain-lain terkait peningkatan mutu pelayanan emergency.
DAFTAR PUSTAKA
Daudeline
Denise et al. 2010. Improving Use of
Prehospital 12-Lead ECG for Early Identification and Treatment of Acute
Coronary Syndrome and ST-Elevation Myocardial Infarction. Whasington St: American
Heart Association, Inc. Circ Cardiovasc Qual Outcomes
Dennis, B.,
& Vinay, K. 2007. Jantung. Alih Bahasa: Hartanto
Huriawati, Darminiah Nurwani, Wulandari Nanda,
2007. Buku Ajar Patologi; Robbins (Edisi 7), Jakarta: EGC.
Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner Fokus Sindrom
Koroner Akut. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Ditjen Bina
kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Leeper,
B. 2004. Nursing Outcomes Percutaneous
Coronary Intervention. Journal of Cardiovascular Nursing Vol. 19, No, 5, pp
345-353: Lippincott Williams & Wilkins, Inc.
Lyrawati, D. 2008. Sindrom Koroner Akut-Farmakologi. Terjemahan Gary Fletcher 2007.
McDermott,
Kelly et al. 2008. A Review of
Interventions and System Changes to Improve Time to Reperfusion for ST-Segment
Elevation Myocardial Infarction. Society of General Internal Medicine. J
Gen Intern Med 2008;23:1246–56
Overbaugh,
K. J. 2009. Acute Coronary Syndrome, American Journal Nursing, 109 (5), 42 –
52.
Sudoyo,
A.W et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III Edisi IV. Hal 1615-1616. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI
NUMPANG SHARE:
Berita gembira untuk para pengguna android, saat ini android menyediakan aplikasi whaff di google play. Apakah aplikasi Whaff rewards tersebut? aplikasi tersebut adalah aplikasi yang dapat memberikan recehan dollar bagi pengguna aplikasi terserbut. Kenapa tidak..ketika kita menginstal aplikasi tersebut aja dengan login dan memasukan kode kunci untuk start aplikasi kita sudah mendapatkan 0.30$. Recehan dollar akan kita dapat kembali jika kita mendownload dan menginstal games atau aplikasi yang tersedia di whaff tersebut dengan besaran yang diperoleh sekitar 0.05$. semakin banyak mendownload aplikasi dan memainkan aplikasi yang disediakan di whaff tersebut, recehan dollar akan semakin terkumpul. Dollar tersebut dapat diuangkan melalui sistem Paypal. Proses penguangan menggunakan paypal sangat mudah, bisa anda cari di internet. Cara mendownload dan menginstal aplikasi whaff adalah sebagai berikut:
2.Search Whaff Reward
3.Download
4.Login Via Facebook
5.Setelah Login Akan Di Suruh Masukin Kode, Masukin kode BS75512 Maka Akan Mendapatkan Bonus 0.30$
6.Download Applikasi Yang Tersedia Di Whaff, Setiap Aplikasi Dihargai "$" Berbeda Beda
7.Kumpulkan MINIMAL PAYOUT 10$ baru bisa diuangkan lewat paypal
Cobalah tidak akan merugi
No comments:
Post a Comment