Cari Blog Ini

Thursday, 5 April 2012

ENZIM

“ KONSEP ENZIM, KOFAKTOR DAN FUNGSI ENZIM DALAM TATANAN KLINIK “




Disusun Oleh :
Ns. DODY SETYAWAN, S.Kep.,CWCCA
                                                     








KATA PENGANTAR


Alhamdulillahhirrobbil’aalamiin, puji dan syukur saya panjatkan Kehadirat Allah SWT berkat rahmat serta hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan salah satu tugas pada mata kuliah Dasar Biologi Molekuler ini.
Makalah ini berisikan tentang konsep enzim, kofaktor dan peranan enzim dalam tatanan klinik. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:

  1. 1.      Dosen Pengampu mata kuliah Dasar Biologi Molekuler Magister Keperawatan UNPAD
  2. 2.   Seluruh rekan Angkatan IV Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan UNPAD Bandung yang telah banyak memberikan masukan dan diskusi-diskusi yang sangat membantu
Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan masukan yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan baik dari segi isi materi maupun sistematika penulisannya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

                                                                                          Bandung, April 2012
                                                                                                                  
      Dody Setyawan





BAB I
PENDAHULUAN


A.      LATAR BELAKANG
Enzim mempunyai peranan penting dalam kehidupan makhluk hidup. Tanpa adanya enzim, kehidupan yang kita kenal sekarang ini tidak akan mungkin ada. Pada tahun 1878, ahli fisiologi Jerman Wilhelm Kuhne (1837–1900) pertama kali menggunakan istilah "enzyme", yang berasal dari bahasa yunani yang berarti “ragi”. Kata "enzyme" kemudian digunakan untuk merujuk pada zat mati seperti pepsin, dan kata ferment digunakan untuk merujuk pada aktivitas kimiawi yang dihasilkan oleh organisme hidup.
Enzim adalah polimer biologik yang mengkatalisis reaksi kimia yang berlangsung dalam tubuh. Sebagai biokatalisator yang mengatur semua kecepatan semua proses fisiologis, enzim memegang peranan utama dalam kesehatan dan penyakit. Meskipun dalam keadaan sehat semua proses fisiologis akan berlangsung dengan cara yang tersusun serta teratur sementara homeostasis akan dipertahankan, namun keadaan homeostasis dapat mengalami gangguan yang berat dalam keadaan patologis.
Semua hal yang berkaitan dengan enzim dipelajari dalam Enzymologi yang terdapat dalam bidang kesehatan, kedokteran, keperawatan, kebidanan, farmasi dan lain sebagainya. Oleh karena itu makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih lanjut tentang konsep enzim dan fungsinya di tatanan klinik

B.       TUJUAN
1.         Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang konsep enzim beserta kegunaannya di tatanan klinik
2.         Khusus
Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami :
a.       Definisi enzim
b.      Kespesifikan enzim
c.       Karakteristik enzim
d.      Struktur enzim
e.       Tata nama dan klasifikasi enzim
f.       System kerja enzim
g.      Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim
h.      Gugus prostetik, kofaktor dan koenzim
i.        Kontrol aktivitas enzim
j.        Fungsi enzim dalam tatanan klinik




BAB II
ISI


A.      DEFINISI
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organic (Grisham,1999). Enzim diproduksi dari sel hidup dan digunakan oleh sel-sel untuk mengkatalisis reaksi kimia yang spesifik. Hampir semua enzim merupakan protein. Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya lebih besar dari katalisator sintetik. Katalis adalah molekul yang berfungsi mempercepat reaksi kimia. Selain memiliki tenaga katalitik yang tinggi, enzim juga mempunyai spesifitas yang tinggi terhadap substratnya.
Daya Katalitik Enzim
Enzim mampu mempercepat reaksi kimia minimal sebesar sejuta kali. Tanpa enzim, kecepatan sebagian besar reaksi kimia di dalam sistem biologi sangatlah rendah sehingga tak dapat diukur. Bahkan reaksi yang sederhana sekalipun seperti hidrasi CO2 harus dikatalisis oleh enzim misal enzim karbonat anhidrase.
                                              Karbonat anhidrase
                     CO2  +  H2O ―――――――――→ H2CO3

B.       KESPESIFIKAN ENZIM
Enzim sangat spesifik baik terhadap jenis reaksi yang dikatalisnya maupun terhadap substrat atau reaktan yang diolahnya. Satu enzim biasanya mengkatalisis satu jenis reaksi kimia saja, atau seperangkat reaksi yang sejenis. Dalam reaksi enzimatik sangat jarang terjadi reaksi sampingan yang menyebabkan terbentuknya hasil sampingan yang tak berguna. Berikut gambaran spesifitas enzim :
                              

Model spesifitas enzim terhadap substrat dan reaksi tertentu (www.bioweb.wku.edu)

Ada segolongan enzim yang dapat mengatalisa jenis reaksi yang sama, misalnya memindahkan fosfat, oxidasi-reduksi, dan sebagainya. Oleh karena itu ada suatu kespesifikan (specificity). Secara umum kespesifikan enzim dikategorikan dalam dua kategori yaitu (Indah, 2004):
1.    Kespesifikan Optik
Enzim umumnya menunjukan kespesifikan optik absolut untuk paling sedikit sebagian dari molekul substrat. Misalnya maltase dapat mengkatalisa hidrolisa α-glukosida, akan tetapi tidak dapat bekerja terhadap β-glukosida. Kespesifikan optik dapat meluas ke suatu bagian molekul substrat atau ke substrat secara keseluruhan. Contohnya adalah Glikosidase yang mengkatalisis hidrolisis ikatan gliosida antara gula dan alkohol, sangat spesifik untuk bagian gula dan untuk ikatan (alfa atau beta), tetapi relatif nonspesifik untuk bagian alkohol atau glikogen.
2.    Kespesifikan Gugus
    Enzim hanya dapat bekerja terhadap gugus yang khas, misalnya glikosidase terhadap gugus alcohol   dan esterase terhadap ikatan ester. Enzim-enzim tertentu menunjukan kespesifikan gugus yang lebih tinggi. Kamotripsin, terutama menghidrolisa ikatan peptida dimana gugus karboksilnya berasal dari asam-asam amino fenilalanin, tirosin atau triptofan. Karboksipeptidase dan amino peptidase memecahkan asam amino masing-masing dari ujung karboksil atau amino rantai polipeptida.

Sebagian besar daya katalitik enzim berasal dari kemampuan enzim menempatkan substrat ke dalam kedudukan yang menguntungkan pada kompleks enzim-substrat. Enzim memiliki situs aktif, yaitu tempat tertentu pada molekul enzim untuk mengikat substrat. Emil Fischer mengumpamakan substrat dan situs aktif sebagai anak kunci dan kunci. Lihat Gambar ilustrasi berikut :
                                                              (www.biology.arizona.edu)

C.      KARAKTERISTIK ENZIM
Ada beberapa karakteristik enzim, antara lain (Suwarno, 2009):
1.      Merupakan protein
2.      Merupakan biokatalisator.
3.  Mempercepat reaksi kimia dengan jalan menurunkan energy aktivasi yaitu energy awal yang diperlukan untuk memulai reaksi kimia.
4.      Enzim bekerja spesifik artinya untuk mengubah atau mereaksikan suatu zat tertentu memerlukan zat tertentu pula.
5.      Bekerja sangat cepat
6.      Tidak ikut bereaksi (tidak mengalami perubahan).
7.      Tidak mengubah keseimbangan reaksi
8.      Memliki sifat aktif atau sisi katalitik yaitu bagian enzim tempat substrat berkombinasi. Substrat asing yang berfungsi menghambat reaksi disebut inhibitor dan yang berfungsi mempercepat reaksi disebut activator.
9.      Thermolabil yaitu mudah rusak bila dipanaskan lebih dari 60oC
10.  Bekerja didalam sel (endoenzim) dan diluar sel (ektoenzim)
11.  Umumnya enzim tidak dapat bekerja tanpa adanya suatu zat non protein tambahan yang disebut kofaktor
12.  Umumnya enzim bekerja mengkatalis reaksi satu arah meskipun ada yang mengkatalis reaksi dua arah

D.      STRUKTUR ENZIM
Pada umumnya enzim tersusun dari protein. Protein penyusun enzim dapat berupa protein sederhana atau protein yang terikat pada gugusan non-protein. Banyak enzim yang hanya terdiri protein saja, misal tripsin. Dialisis enzim dapat memisahkan bagian-bagian protein, yaitu bagian protein yang disebut apoenzim dan bagian nonprotein yang berupa koenzim, gugus prostetis dan kofaktor ion logam. Masing-masing bagian tersebut apabila terpisah menjadi tidak aktif. Apoenzim apabila bergabung dengan bagian nonprotein disebut holoenzim yang bersifat aktif sebagai biokatalisator. Koenzim dan gugus prostetik berfungsi sama. Koenzim adalah bagian yang terikat secara lemah pada apoenzim (protein). Gugus prostetik adalah bagian yang terikat dengan kuat pada apoenzim. Koenzim berfungsi menentukan jenis reaksi kimia yang dikatalisis enzim. Ion logam merupakan komponen yang sangat penting, diperlukan untuk memantapkan struktur protein dengan adanya interaksi antar muatan.( sumarsih07)
       
E.       TATA NAMA DAN KLASIFIKASI ENZIM
Untuk kepentingan penelitian, penamaan enzim didasarkan pada ketentuan yang disepakati dalam IUBMB (International Union of Biochemistry and Molecular Biology), dengan mengadopsi sebuah system yang kompleks namun tidak meragukan bagi peristilahan enzim yang berdasarkan mekanisme reaksi (Santosa, 2010).
Adapun ketentuan itu adalah :
1. Reaksi dan enzim yang mengkatalisisnya membentuk enam kelas, dan masing-masing kelas mempunyai 4 hingga 13 subkelas.
2.  Nama enzim terdiri atas 2 bagian. Nama pertama menunjukkan substratnya. Nama kedua, yang berakhir dengan akhiran –ase, menyatakan tipe reaksi yang dikatalisis.
3.   Informasi tambahan, bila diperlukan untuk menjelaskan reaksi, dapat dituliskan dalam tanda kurung di bagian akhir; misalnya enzim yang mengkatalisis reaksi L-malat + NAD+ = piruvat + CO2 + NADH + H+ diberi nama 1.1.1.37 L-malat:NAD+ oksidoreduktase (dekarboksilasi)
4.   Setiap enzim mempunyai nomor kode (EC) yang menandai tipe reaksi berkenaan dengan kelas (digit pertama), subkelas (digit kedua) dan subsubkelas (digit ketiga). Digit keempat adalah untuk enzim spesifik.
Contoh :
EC1.1.1.1 (Alkohol dehidrogenase) menyatakan kelas pertama (oksidoreductase) subkelas pertama (-C-OH sebagai donor electron) subsubkelas pertama (NAD (P)+ sebagai akseptor electron)
EC2.7.1.1 (ATP:D-Heksosa-6-fosfotransferase (heksokinase) menyatakan kelas 2 (transferase) subkelas 7 (pemindahan gugus yang mengandung fosfor) subsubkelas pertama (menunjukkan gugus –CH-OH sebagai akseptor).
Sedangkan penggolongan enzim didasarkan pada tempat bekerjanya, substrat yang dikatalisis,  daya katalisisnya, dan cara terbentuknya. Adapun penggolongannya sebagai berikut (Sumarsih, 2008)
1.      Berdasarkan tempat bekerjanya
a.       Endoenzim
Endoenzim disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya didalam sel. Merupakan enzim yang digunakan untuk proses sintesis didalam sel dan untuk pembentukan energi (ATP) yang berguna untuk proses kehidupan sel, misal dalam proses respirasi
b.      Eksoenzim
Eksoenzim disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya diluar sel. Umumnya berfungsi untuk “mencernakan” substrat secara hidrolisis, untuk dijadikan molekul yang lebih sederhana dengan BM lebih rendah sehingga dapat masuk melewati membran sel. Energi yang dibebaskan pada reaksi pemecahan substrat di luar sel tidak digunakan dalam proses kehidupan sel.
2.      Berdasarkan daya katalisis
a.      Oksidoreduktase
Enzim ini mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi, yang merupakan pemindahan elektron, hidrogen atau oksigen. Sebagai contoh adalah enzim elektron transfer oksidase dan hidrogen peroksidase (katalase). Ada beberapa macam enzim electron transfer oksidase, yaitu enzim oksidase, oksigenase, hidroksilase dan dehidrogenase. Enzim- enzim tersebut mengkatalisis reaksi-reaksi sebagai berikut:
·      Oksidase mengkatalisis 2 macam reaksi: O2 + (4e- + 4 H+) à2 H2O, O2 + (2e- + 4 H+) à H2O2
·      Oksigenase (transferase oksigen): O2 + 2 substrat à2 substrat-O
·      Hidroksilase : substrat + ½ O2 à substrat-O, 2 koenzim-H + ½ O2 à2 koenzim + H2O
·      Dehidrogenase: NaNO3 + (e-+ H+) à NaNO2
  Na2SO4 + (e-+ H+) à H2S
  Na2CO3 + (e-+ H+) à CH4
·      Hidrogen peroksidase: 2 H2O2 à 2 H2O + O2
b.      Transferase
Mengkatalisis pemindahan gugus seperti : Glikosil, Metil, fosforil, aldehid dan keton. Contoh : ATP (D-heksosa-6-fosfotransferase/heksokinase) (EC2.7.1.1)
c.       Hidrolase
Enzim ini mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis, dengan contoh enzim adalah: Karboksilesterase adalah hidrolase yang menghidrolisis gugusan ester karboksil, Lipase adalah hidrolase yang menghidrolisis lemak (ester lipida), dan Peptidase adalah hidrolase yang menghidrolisis protein dan polipeptida.
d.      Liase
Mengkatalisis pengambilan atau penambahan gugusan dari suatu molekul tanpa melalui proses hidrolisis, sebagai contoh adalah:
·   L malat hidroliase (fumarase) yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi pengambilan air dari malat sehingga dihasilkan fumarat.
·   Dekarboksiliase (dekarboksilase) yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi pengambilan gugus karboksil.
e.       Isomerase
Isomerase meliputi enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi isomerisasi, yaitu:
Rasemase, merubah l-alanin                     D-alanin
Epimerase, merubah D-ribulosa-5-fosfat             D-xylulosa-5-fosfat
Cis-trans isomerase, merubah transmetinal                      cisrentolal
f.        Ligase
Enzim ini mengkatalisis reaksi penggabungan 2 molekul dengan dibebaskannya molekul pirofosfat dari nukleosida trifosfat, sebagai contoh adalah enzim asetat=CoASH ligase yang mengkatalisis reaksi sebagai berikut:
Asetat + CoA-SH + ATP            Asetil CoA + AMP + P-P
g.      Enzim lain dengan tatanama berbeda
Ada beberapa enzim yang penamaannya tidak menurut cara di atas, misalnya enzim pepsin, triosin, dan sebagainya serta enzim yang termasuk enzim permease. Permease adalah enzim yang berperan dalam menentukan sifat selektif permiabel dari membran sel.
3.      Berdasarkan cara terbentuknya
a.       Enzim konstitutif
Di dalam sel terdapat enzim yang merupakan bagian dari susunan sel normal, sehingga enzim tersebut selalu ada umumnya dalam jumlah tetap pada sel hidup. Walaupun demikian ada enzim yang jumlahnya dipengaruhi kadar substratnya, misalnya enzim amilase. Sedangkan enzim-enzim yang berperan dalam proses respirasi jumlahnya tidak dipengaruhi oleh kadar substratnya.
b.      Enzim adaptif
Enzim adaptif adalah enzim yang pembentukannya dirangsang oleh adanya substrat. Sebagai contoh adalah enzim beta galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri E.coli yang ditumbuhkan di dalam medium yang mengandung laktosa. Mula mula E. coli tidak dapat menggunakan laktosa sehingga awalnya tidak nampak adanya pertumbuhan (fase lag/fase adaptasi panjang) setelah beberapa waktu baru menampakkan pertumbuhan. Selama fase lag tersebut E. coli membentuk enzim beta galaktosidase yang digunakan untuk merombak laktosa.

F.       SISTEM KERJA ENZIM
Mekanisme kerja enzim bisa dikatakan sederhana. Pada prinsipnya mekanisme kerja enzim ada dua tahapan. Pada tahap pertama, enzim (E) bergabung dengan substrat (S) membentuk kompleks enzim substrat (E-S). Kemudian tahap kedua, kompleks enzim-substrat terurai menjadi produk dan enzim bebas. Model kunci dan anak kunci, dan model induced fit merupakan model yang digunakan dalam kegiatan enzim. Pada model kunci dan anak kunci, substrat atau bagian substrat harus mempunyai bentuk yang sangat tepat dengan sisi katalitik enzim. Substrat ditarik oleh sisi katalitik enzim yang cocok untuk substrat tersebut sehingga terbentuk kompleks enzim substrat (Santosa, 2010).
Pada model induced fit, lokasi aktif beberapa enzim mempunyai konfigurasi yang tidak kaku. Enzim berubah bentuk menyesuaikan diri dengan bentuk substrat setelah terjadi pengikatan. Jadi, tautan yang cocok pada keduanya dapat diinduksi ketika terbentuk kompleks enzim-substrat.
Dua Model Ikatan Enzim


G.      FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERJA ENZIM
Protein adalah bagian utama enzim yang dihasilkan sel, maka semua hal yang dapat mempengaruhi protein dan sel akan berpengaruh terhadap reaksi enzimatik. Laju reaksi enzim dipengaruhi oleh :
1.    Suhu
   Kerja suatu enzim sangat dipengaruhi suhu lingkungannya. Setiap kenaikan suhu 10o C, kecepatan enzim akan menjadi dua kali lipat, sampai batas suhu tertentu. Enzim dan protein pada umumnya dinonaktifkan oleh suhu tinggi. Enzim berdarah panas dan manusia bekerja paling efisien pada suhu 37 o C, sedangkan enzim hewan berdarah dingin pada suhu 25 o C (Suhara, 2009). Sebagian besar enzim menjadi tidak aktif pada pemanasan sampai + 60oC. Ini disebabkan karena proses denaturasi enzim. Dalam beberapa keadaan, jika pemanaasan dihentikan dan enzim didinginkan kembali aktivitasnya akan pulih. Hal ini disebabkan oleh karena proses denaturasi masih reversible. pH dan zat-zat pelindung dapat mempengaruhi denaturasi pada pemanasan ini. Hubungan antara aktivitas enzim dan suhu dapat dilihat pada gambar berikut (Indah, 2004) :

2.    PH
   PH dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Daya katalisis enzim menjadi rendah pada pH rendah maupun tinggi, karena terjadinya denaturasi protein enzim. Enzim mempunyai gugus aktif yang bermuatan positif (+) dan negatif (-). Aktivitas enzim akan optimum kalau terdapat keseimbangan antara kedua muatannya. Pada keadaan masam muatannya cenderung positif, dan pada keadaan basa muatannya cenderung negatif sehingga aktivitas enzimnya menjadi berkurang atau bahkan menjadi tidak aktif. PH optimum untuk masing-masing enzim tidak selalu sama. Sebagai contoh amylase jamur mempunyai pH optimum 5,0, arginase mempunyai pH optimum 10 (Sumarsih, 2008).
3.    Konsentrasi Substrat
   Untuk suatu enzim tipikal, peningkatan konsentrasi substrat akan meningkatkan kecepatan awal, hingga tercapai nilai maksimal, jika peningkatan lebih lanjut, konsentrasi substrat tidak meningkatkan kecepatan awal, enzim dikatakan “jenuh” oleh substrat. Persamaan Michaelis-Menten & Hill menggambarkan efek konsentrasi substrat : Vi = Vmaks [S] / Km + [S]
   Km : Konstanta Michaelis, adalah konsentrasi substrat dengan Vi adalah separuh dari kecepatan  maksimal (1/2 Vmaks) yang dapat dicapai pada konsentrasi terntentu dari enzim (Santosa, 2010).
            Ada tiga kondisi :
a.     Harga konsentrasi substrat jauh lebih kecil daripada harga Km, maka kecepatan reaksi awal berbanding lurus dengan konsentrasi substrat.
b.     Harga konsentrasi substrat jauh lebih besar dari harga Km, maka kecepatan reaksinya adalah maksimal dan tidak dipengaruhi oleh peningkatan lebih lanjut dari konsentrasi substrat.
c.       Harga konsentrasi substrat sama dengan harga Km, maka kecepatan awal adalah separuh dari Vmaksimal

4.    Konsentrasi Enzim
    Kecepatan rekasi enzim (v) berbanding lurus dengan konsentrasi enzim (Enz). Makin besar jumlah enzim makin cepat reaksinya. Dalam reaksinya Enz akan mengadakan ikatan dengan substrat S dan membentuk kompleks enzim-substrat, Enzs. EnzS ini akan dipecah menjadi hasil reaksi P dan enzim bebas Enz.
            Enz + S                    EnzS                  Enz + P
            Enz + S                       Enz + P
        Makin banyak Enz terbentuk, makin cepat reaksi ini berlangsung. Ini terjadi sampai batas tertentu (Indah, 2004).


5.    Inhibitor
    Inhibitor dapat bersifat reversible maupun irreversibel, inhibitor reversible akan membentuk suatu kompleks dinamik yang dapat terlepas dari enzimnya, sedangkan inhibitor yang irreversible akan memodifikasi enzim secara kimiawi. Modifikasi ini umumnya melibatkan pembentukan atau pemutusan ikatan kovalen dengan residu aminoasil yang esensial untuk mengikat substrat, katalisis atau mempertahankan konformasi fungsional enzim. Suatu enzim yang telah terikat oleh inhibitor irreversible (misalkan atom logam berat atau reagen pengasil) biasanya tidak dapat kembali ke bentuk semula (Santosa, 2010)
            Bentuk berbagai inhibitor antara lain (Sumarsih, 2008) :
a.       Penghambat bersaing (kompetitif)
Penghambatan disebabkan oleh senyawa tertentu yang mempunyai struktur mirip dengan substrat saat reaksi enzimatik akan terjadi. Misalnya asam malonat dapat menghambat enzim dehidrogenase suksinat pada pembentukan asam fumarat dari suksinat. Struktur asam suksinat mirip dengan asam malonat. Dalam reaksi ini asam malonat bersaing dengan asam suksinat (substrat) untuk dapat bergabung dengan bagian aktif protein enzim dehidrogenase. Penghambatan oleh inhibitor dapat dikurangi dengan menambah jumlah substrat sampai berlebihan. Daya penghambatannya dipengaruhi oleh kadar penghambat, kadar substrat dan aktivitas relatif antara penghambat dan substrat.
b.      Penghambat tidak bersaing (non-kompetitif)
Inhibitor non-kompetitif dapat mengikat enzim pada saat yang sama substrat berikatan dengan enzim. Baik kompleks EI dan EIS tidak aktif. Karena inhibitor tidak dapat dilawan dengan peningkatan konsentrasi substrat, Vmax reaksi berubah. Namun, karena substrat masih dapat mengikat enzim, Km tetaplah sama
c.       Penghambat umpan balik (feed back inhibitor)
Penghambatan umpan balik disebabkan oleh hasil akhir suatu rangkaian reaksi enzimatik yang menghambat aktifitas enzim pada reaksi pertama. Hasil akhir reaksi juga mempengaruhi pembentukan enzim, yang dapat digambarkan sebagai berikut:


Enzim a       Enzim b        Enzim c         Enzim d           
A              B                 C                    D                         X

Keterangan: A,B,C,D: substrat enzim a,b,c,d.
    X: hasil akhir reaksi enzimatik yang menghambat   sintesis enzim a,b,c,d.
d.      Penghambat repressor
Represor adalah hasil akhir suatu rangkaian reaksi enzimatik yang dapat mempengaruhi atau mengatur pembentukan enzim-enzim pada reaksi sebelumnya. Gambaran skematik reaksinya adalah sebagai berikut:


Enzim a       Enzim b        Enzim c         Enzim d           
A              B                 C                    D                         X
Keterangan: A,B,C,D: substrat enzim a,b,c,d.
    X: hasil akhir reaksi enzimatik yang menghambat   sintesis enzim a,b,c,d.
e.       Penghambat alosterik
Penghambat alosterik adalah penghambat yang dapat mempengaruhi enzim alosterik. Enzim alosterik adalah enzim yang mempunyai dua bagian aktif, yaitu bagian aktif yang menangkap substrat dan bagian yang menangkap penghambat. Apabila ada senyawa yang dapat memasuki bagian yang menangkap penghambat maka enzim menjadi tidak aktif, senyawa penghambat tersebut merupakan penghambat alosterik. Struktur senyawa penghambat alosterik tidak mirip dengan struktur substrat. Pengikatan penghambat alosterik pada enzim menyebabkan enzim tidak aktif, sehingga substrat tidak dapat dikatalisis dan tidak menghasilkan produk. Apabila enzim menangkap substrat maka penghambat tidak dapat terikat pada enzim, sehingga enzim dapat aktif mereaksikan substrat menjadi produk.
            

H.      GUGUS PROSTETIK, KOFAKTOR DAN KOENZIM
Merupakan molekul organik non protein atau molekul anorganik (ion) yang dapat dibutuhkan secara langsung dalam mengkatalisis atau pengikatan substrat. Disebut gugus prostetik bila terintegrasi erat ke dalam struktur enzim dan tidak dapat dilepaskan dari enzim tanpa merusak enzim (Santosa, 2010).
Aktivator atau kofaktor adalah suatu zat yang dapat mengaktifkan enzim yang semula belum aktif. Enzim yang belum aktif disebut pre-enzim atau zymogen (simogen). Kofaktor dapat berbentuk ion-ion dari unsur H, Fe, Cu, Mg, Mo, Zn, Co, atau berupa koenzim, vitamin, dan enzim lain. Kofaktor hanya berikatan secara transien dan mudah terlepas dengan enzim atau substrat (Sumarsih, 2008).
Enzim yang memerlukan kofaktor namun tidak terdapat kofaktor yang terikat dengannya disebut sebagai apoenzim ataupun apoprotein. Apoenzim beserta dengan kofaktornya disebut holoenzim (bentuk aktif). Kebanyakan kofaktor tidak terikat secara kovalen dengan enzim, tetapi terikat dengan kuat. Namun, gugus prostetik organik dapat pula terikat secara kovalen (contohnya tiamina pirofosfat pada enzim piruvat dehidrogenase). Istilah holoenzim juga dapat digunakan untuk merujuk pada enzim yang mengandung subunit protein berganda, seperti DNA polimerase. Pada kasus ini, holoenzim adalah kompleks lengkap yang mengandung seluruh subunit yang diperlukan agar menjadi aktif (de Bolster, 1997).
Koenzim adalah kofaktor berupa molekul organik kecil yang mentranspor gugus kimia atau elektron dari satu enzim ke enzim lainnya. Contoh koenzim mencakup NADH, NADPH dan adenosina trifosfat. Oleh karena koenzim secara kimiawi berubah oleh aksi enzim, sehingga dapat dikatakan koenzim merupakan substrat yang khusus, ataupun substrat sekunder (de Bolster, 1997). Sebagian besar koenzim, kofaktor dan gugus prostetik merupakan turunan dari vitamin B. Selain vitamin B, beberapa koenzim mengandung gugus adenine, ribose, dan fosforil AMP atau DMP. Contoh dari kofaktor, koenzim dan gugus prostetik antara lain:

·         Pyridoksal fosfat untuk aktivitas enzim transaminase
·         Ion zinc untuk aktivitas enzim karboksipeptidase
·         NAD (P) untuk aktivitas enzim alcohol dehydrogenase.

I.         KONTROL AKTIVITAS ENZIM
Terdapat lima cara utama aktivitas enzim dikontrol dalam sel (Doble,2003):
1.    Produksi enzim (transkripsi dan translasi gen enzim) dapat ditingkatkan atau diturunkan bergantung pada respon sel terhadap perubahan lingkungan. Bentuk regulase gen ini disebut induksi dan inhibisi enzim. Sebagai contohnya, bakteri dapat menjadi resistan terhadap antibiotik seperti penisilin karena enzim yang disebut beta-laktamase menginduksi hidrolisis cincin beta-laktam penisilin.
2.  Enzim dapat dikompartemenkan, dengan lintasan metabolisme yang berbeda-beda yang terjadi dalam kompartemen sel yang berbeda. Sebagai contoh, asam lemak disintesis oleh sekelompok enzim dalam sitosol, retikulum endoplasma, dan aparat golgi, dan digunakan oleh sekelompok enzim lainnya sebagai sumber energi dalam mitokondria melalui β-oksidasi.
3.   Enzim dapat diregulasi oleh inhibitor dan aktivator. Contohnya, produk akhir lintasan metabolisme seringkali merupakan inhibitor enzim pertama yang terlibat dalam lintasan metabolisme, sehingga ia dapat meregulasi jumlah produk akhir lintasan metabolisme tersebut. Mekanisme regulasi seperti ini disebut umpan balik negatif karena jumlah produk akhir diatur oleh konsentrasi produk itu sendiri. Mekanisme umpan balik negatif dapat secara efektif mengatur laju sintesis zat antara metabolit tergantung pada kebutuhan sel. Hal ini membantu alokasi bahan zat dan energi secara ekonomis dan menghindari pembuatan produk akhir yang berlebihan. Kontrol aksi enzimatik membantu menjaga homeostasis organisme hidup.
4.    Enzim dapat diregulasi melalui modifikasi pasca-translasional. Dapat meliputi fosforilasi, miristoilasi, dan glikosilasi. Contohnya, sebagai respon terhadap insulin, fosforilasi banyak enzim termasuk glikogen sintase membantu mengontrol sintesis ataupun degradasi glikogen dan mengijinkan sel merespon terhadap perubahan kadar gula dalam darah.
5.  Beberapa enzim dapat menjadi aktif ketika berada pada lingkungan yang berbeda. Contohnya, hemaglutinin pada virus influenza menjadi aktif dikarenakan kondisi asam lingkungan. Hal ini terjadi ketika virus terbawa ke dalam sel inang dan memasuki lisosom.

                SIMPLE FEEDBACK

J.        FUNGSI ENZIM DALAM TATANAN KLINIK
Enzim mempunyai berbagai fungsi bioligis dalam tubuh organisme hidup. Enzim berperan dalam transduksi signal dan regulasi sel, seringkali melalui enzim kinase dan fosfatase. Enzim juga berperan dalam menghasilkan pergerakan tubuh, dengan miosin menghidrolisis ATP untuk menghasilkan kontraksi otot (Hunter, 1995). Enzim menentukan langkah-langkah apa saja yang terjadi dalam lintasan metabolisme ini. Tanpa enzim, metabolisme tidak akan berjalan melalui langkah yang teratur ataupun tidak akan berjalan dengan cukup cepat untuk memenuhi kebutuhan sel
Enzim juga memberikan peranan dalam tatanan klinik yaitu antara lain (Sadikin, 2002) :
1.   Sebagai alat diagnostik suatu penyakit (abnormalitas).
    Pemanfaatan enzim untuk alat diagnosis secara garis besar dibagi dalam tiga kelompok :
a.   Enzim sebagai petanda (marker) dari kerusakan suatu jaringan atau organ akibat penyakit tertentu.
Penggunaan enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu jaringan mengikuti prinsip bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya tidak terlacak di cairan ekstrasel dalam jumlah yang signifikan. Pada kenyataannya selalu ada bagian kecil enzim yang berada di cairan ekstrasel. Keberadaan ini diakibatkan adanya sel yang mati dan pecah sehingga mengeluarkan isinya (enzim) ke lingkungan ekstrasel, namun jumlahnya sangat sedikir dan tetap. Apabila enzim intrasel terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam jumlah lebih besar dari yang seharusnya, atau mengalami peningkatan yang bermakna/signifikan, maka dapat diperkirakan terjadi kematian (yang diikuti oleh kebocoran akibat pecahnya membran) sel secara besar-besaran. Misalnya : Peningkatan jumlah tripsinogen I (salah satu isozim dari tripsin) hingga empat ratus kali menunjukkan adanya pankreasitis akut
b.         Enzim sebagai suatu reagensia diagnosis
Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu senyawa petanda yang dicari dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Contoh : Uricase yang berasal dari jamur Candida utilis dan bakteri Arthobacter globiformis dapat digunakan untuk mengukur asam urat.
c.         Enzim sebagai petanda pembantu dari reagensia
Sebagai petanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja dengan memperlihatkan reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak. Senyawa yang dilacak dan diukur sama sekali bukan substrat yang khas bagi enzim yang digunakan. Contoh penggunaannya adalah pada teknik EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry Test), molekul kecil seperti obat atau hormon ditandai oleh enzim tepat di situs katalitiknya, menyebabkan antibodi tidak dapat berikatan dengan molekul (obat atau hormon) tersebut. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah lisozim, malat dehidrogenase, dan gluksa-6-fosfat dehidrogenase.
2.   Untuk mengetahui perjalanan suatu penyakit.
3.   Enzim digunakan sebagai obat
Penggunaan enzim sebagai obat biasanya mengacu kepada pemberian enzim untuk mengatasi defisiensi enzim yang seyogyanya terdapat di dalam tubuh manusia untuk mengkatalis rekasi-reaksi tertentu. Berdasarkan lamanya pemberian enzim sebagai pengobatan, maka keadaan defisiensi enzim dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu keadaan defisiensi enzim yang bersifat sementara dan bersifat menetap. Contoh kelainan akibat defisiensi enzim antara lain adalah hemofilia
4.   Enzim sebagai sasaran pengobatan
   Merupakan terapi di mana senyawa tertentu digunakan untuk memodifikasi kerja enzim, sehingga dengan demikian efek yang merugikan dapat dihambat dan efek yang menguntungkan dapat dibuat.
     Berdasarkan sasaran pengobatan, dapat dibagi menjadi :
a.        Terapi di mana enzim sel individu sebagai sasaran kinerja terapi
Dalam hal ini digunakan senyawa-senyawa untuk mempengaruhi kerja suatu enzim sebagai penghambat bersaing. Contoh penyakit yang dapat diobati dengan terapi ini : DM, penyakit kanker, penyakit kejiwaan dll.
b.        Terapi di mana enzim mikroorganisme yang menjadi sasaran kerja
Dalam hal ini digunakan prinsip bahwa enzim yang dibidik tidak boleh mengkatalisis reaksi yang sama atau menjadi bagian dari proses yang sama dengan yang terdapat pada sel pejamu. Hal ini bertujuan untuk melindungi sel pejamu, sekaligus meningkatkan spesifitas terapi ini. Karena yang dibidik adalah enzim mikroorganisme, maka penyakit yang dihadapi kebanyakan adalah penyakit-penyakit infeksi. Contoh penyakit yang dapat diobati dengan terapi ini adalah : penyakit tumor




BAB III
PENUTUP


A.      KESIMPULAN
Enzim merupakan katalisator protein yang mengatur kecepatan berlangsungnya berbagai proses fisiologis. Sebagai katalisator, enzim ikut serta dalam reaksi dan kembali ke keadaan semula bila reaksi telah selesai. Enzim bersifat spesifik artinya hanya mengkatalis beberapa jenis reaksi saja bahkan ada yang hanya satu jenis reaksi saja. Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu, tingkat keasaman, konsentrasi substrat dan enzim serta adanya inhibitor. Enzim juga mempunyai peranan penting dalam tatanan klinik salah satunya yaitu untuk mengetahui perjalanan suatu penyakit.

B.       SARAN
Untuk kedepannya diharapkan mahasiswa dapat membuat lagi suatu makalah yang membahas lebih spesifik lagi tentang peranan enzim di bidang pelayanan kesehatan terutama keperawatan.












DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2003. Spesifitas Enzim Terhadap Substrat. Diposkan Desember 2003. Diakses tanggal 31 Maret 2012. URL : www.bioweb.wku.edu\courses\BIOL115\Wyatt\Biochem\metabolism.htm
Anonim. 2003. Biology Project-Biochemistry. Diposkan September 2003. Diakses tanggal 31 Maret 2012. URL : www.biology.arizona.edu\biochemistry\biochemistry.
de Bolster, M.W.G. 1997. Glossary of Terms Used in Bioinorganic Chemistry: Cofactor. International Union of Pure and Applied Chemistry.
Doble B. W., Woodgett J. R. 2003. GSK-3: Tricks Of The Trade For A Multi-Tasking Kinase. J. Cell. Sci
Grisham, Charles M.; Reginald H. Garrett. 1999. Biochemistry. Philadelphia: Saunders College Pub.
Hunter T. 1995. Protein kinases and phosphatases: the yin and yang of protein phosphorylation and signaling. Cell.
Indah, M. 2004. Enzim. Sumatra Utara : USU digital library
Sadikin M. 2002. Seri biokimia: biokimia enzim. Jakarta: Widya Medika
Santosa. 2010. Seri Buku Kuliah Biokimia Kedokteran I Enzimologi. Semarang : FK Undip
Suhara. 2009. Dasar-dasar Biokimia: Pengantar tentang Enzim. Bandung : Prima Press
Sumarsih. 2008. Enzim dan Struktur Enzim. Diposkan April 2008. Diakses tanggal 31 Maret 2012. URL : http://www.bitlib.net/struktur+enzim.pdf
Suwarno. 2009. Panduan Pembelajaran Biologi. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional





No comments:

Post a Comment

Contact Us

Name

Email *

Message *